Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi menyatakan jajarannya menangkap 301 orang dalam demo Kawal Putusan MK di depan Gedung DPR pada Kamis, 22 Agustus 2024.
“Ada 301 orang yang ditangkap Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Timur, Polres Metro Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan jajaran polsek,” kata Ade Ary di kantornya, Jumat, 23 Agustus 2024.
Dia menjelaskan sebanyak 301 orang ditangkap atas dugaan perusakan fasilitas umum DPR hingga tindakan kekerasan terhadap anggota yang bertugas. “Orang yang ditangkap mengganggu ketertiban, merusak, tidak mengindahkan dan bahkan ada yang melakukan kekerasan,” ujar dia.
Sebelumnya, ribuan massa dari mahasiswa, buruh, aktivis, akademikus, hingga seniman berunjuk rasa menolak upaya DPR RI mengesahkan revisi UU Pilkada yang mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 pada Selasa, 20 Agustus mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah dari 25 persen perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik, atau 20 persen kursi DPRD, menjadi hanya 6,5-10 persen suara sesuai dengan jumlah penduduk. MK juga menyatakan batas usia minimal calon gubernur adalah 30 tahun dan calon bupati atau wali kota 25 tahun saat ditetapkan oleh KPU.
Namun, sehari setelah MK mengeluarkan putusan, Badan Legislatif DPR RI merevisi UU Pilkada dan menafsirkan ambang batas hanya berlaku untuk partai yang tidak memiliki kursi di DPRD. DPR juga menyatakan batas usia minimal calon kepala daerah dihitung saat dilantik. Hal ini yang memicu kemarahan publik.
Komnas HAM Sebut Aparat Gunakan Kekuatan Berlebihan saat Bubarkan Massa Aksi Tolak Revisi UU Pilkada
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyesalkan pembubaran aksi unjuk rasa terhadap massa penolak revisi UU Pilkada yang berlangsung di kompleks Gedung DPR pada Kamis, 22 Agustus 2024. Aparat membubarkan massa aksi menggunakan gas air mata hingga pemukulan.
“Menyesalkan cara pembubaran aksi unjuk rasa oleh aparat penegak hukum dengan menggunakan gas air mata, pemukulan beberapa peserta aksi, keterlibatan TNI yang terindikasi penggunaan kekuatan yang berlebihan,” kata Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing pada Kamis, 22 Agustus 2024.
Komnas HAM ikut memantau aksi tersebut di dua lokasi, yaitu gedung Mahkamah Konstitusi dan DPR. Sedangkan aksi di luar Jakarta, Komnas HAM memantaunya lewat siaran media.
Komnas HAM mencatat aksi yang berlangsung pada pukul 09.00-17.00 berjalan kondusif. Namun, situasi mulai keos setelah pukul 17.00. Polisi mulai menembakan gas air mata ke arah massa.
“Aparat keamanan mulai menyebarkan gas air mata dan menggunakan cara-cara kekerasan dalam membubarkan unjuk rasa, setelah massa berhasil merobohkan salah satu pintu gerbang DPR,” kata Uli.
Bahkan, kata dia, aparat TNI juga terlibat dalam pengamanan unjuk rasa itu. Hingga pukul 20.00, berdasarkan laporan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) kepada Komnas HAM ada 159 peserta aksi yang ditangkap dan ditahan di Polda Metro Jaya.
Anggota Komisi VII DPR Fraksi PDIP, Adian Napitupulu mengatakan ada lebih dari 100 pendemo penolak revisi UU Pilkada di depan Gedung DPR RI, yang ditangkap polisi.
Hal ini diketahuinya setelah dirinya mendatangi Polda Metro Jaya untuk mengecek langsung para pendemo yang ditangkap, pada Kamis (22/8/2024) malam.
Adapun kondisinya, kata Adian, ada yang mengalami sejumlah luka yang belum diketahui penyebabnya.
Menurutnya, ada 20 orang pengacara yang mendampingi para pendemo yang ditangkap tersebut.
“Bibir pecah, yang ketemu dari DPR hidungnya patah. Saya sampaikan pada penyidik-penyidiknya, saya tidak mau mendengar ada cerita kekerasan dalam proses pemeriksaan di setiap tahap di sini,” tuturnya.
Lebih lanjut, Adian meminta pihak kepolisian untuk membebaskan para pendemo yang ditangkap jika memang tidak terjadi tindak pidana.
“Nah, mereka menyayangi Indonesia, menyayangi konstitusi, jadi tidak ada alasan untuk ditahan lama-lama. Sesuai dengan KUHAP 1×24 jam harusnya sudah bisa dilepaskan,” tuturnya.
“Negara ini akan sangat rugi ketika kita kehilangan pemuda-pemuda yang berani bergerak dengan hati nuraninya, bergerak dengan pemikirannya. Jadi, menurut saya, mereka bagian dari aset bangsa,” imbuhnya.